Thursday 11 March 2010

Keutamaan Berdzikir

An old piece of calligraphy further edited by ...Image via Wikipedia

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran bagi kaum yang berfikir, yakni mereka yang selalu mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring seraya berfikir tentang penciptaan langit dan bumi (kemudian berkata): Ya Rabb kami, tidaklah Engkau ciptakan segala sesuatu dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari adzab api neraka”.

Suatu saat ketika Rasulullah SAW tengah shalat tahajjud, turunlah ayat ini dan beliaupun menangis. Bilal yang berada di dekat Rasulullah SAW melihat beliau menangis bertanya: “Mengapa engkau menangis, ya Rasulullah?” “Celakalah orang yang membaca ayat-ayat ini (QS.3:190-191) namun tidak juga mengambil pelajaran darinya”

Digambarkan dalam 2 ayat di atas keterpaduan antara ayat qauliyah dan kewajiban mentadabburinya serta ayat-ayat kauniyah dan kewajiban mentafakkurinya. Kemudian juga antara kegiatan berzikir dan berfikir.

Rasulullah SAW sebagai pribadi mulia yang menjadi panutan digambarkan sebagai orang yang diamnya fikir (senantiasa berfikir) dan bicaranya adalah zikir (senantiasa berzikir). Beliau tidak pernah berdiam diri, melamun
yang tidak berguna, melainkan diamnya selalu dengan konteks berfikir. Begitu pula bila beliau berkata-kata, seluruh kata-katanya mengandung zikir atau paling tidak mengandung muatan zikir.

Dalam QS. Ali-Imran:102, Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu dengan sebenar-benar taqwa (haqqa tuqatih) dan janganlah engkau mati melainkan dalam keadaan Islam”.

Makna taqwa yang “haqqa tuqatihi” dijabarkan dalam hadits sebagai berikut: “Allah senantiasa kau ingat (dzikrullah) dan tidak kamu lupakan. Allah selalu kau syukuri (bersyukur kepada-Nya) dan tidak mengkufuri nikmatnya. Dan Allah senantiasa kau taati dan tidak kau kufuri

Salah satu ciri ketaqwaan yang hakiki ternyata adalah berzikir pada-Nya di mana saja dan kapan saja. Artinya di dalam kondisi yang bagaimanapun kita tetap mengingatnya, berzikir dengan hati, akal dan lisan kita.

Zikirullah juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keimanan. Dan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah akan mudah terperosok atau terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan.

Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna ditaqdirkan Allah lahir ke dunia sebagai seorang mujtahid dan pejuang/mujahid. Ia seorang imam dalam segala hal, demikian ungkap Syaikh Ramadhan Al-Buthi. Ia juga pemimpin yang menyejarah, fenomenal, demikian ungkap Abul Hasan Ali An-Nadwi sedangkan komentar Al-Bahi al-Khuli, ia adalah sebuah gagasan yang menyimpan kekuatan. DanRobert Jackson, pengamat asing menilai bahwa dalam diri Imam Hasan Al-Banna terkumpul kecerdikan politisi, kekuatan para panglima, hujjah para ulama, keimanan kaum sufi, ketajaman analisa para ahli matematika, analogi para filosofi, kepiawaian para orator dan keindahan susunan kata para sastrawan.


Reblog this post [with Zemanta]

No comments: