Thursday 13 December 2012

Tarbiyah Allah

Setiap gerak hidup kita tidak lepas dari rencana Allah. Allah lah yang menentukan kapan kita hidup dan kapan kita mati. Oleh sebab itulah maka surat Al Ikhlas sangat mendalam maknanya. Surat pendek ini berisi ajaran tentang tarbiyah dari Allah untuk selalu tergantung dan beribadah kepada Allah. Katakanlah Allah itu Ahad.

 Coba kita renungkan kembali. Setiap urusan, setiap masalah, setiap pendapat, setiap kehebatan, kecantikan, ketampanan, kepintaran, jiwa manusia, hewan, wilayah apapun di muka bumi, bahkan alam semesta termasukl bintang, matahari dan galaksi, diciptakan oleh Allah.

Semua ciptaan Allah. Oleh sebab itulah tidak perlu ada kekhawatiran, kecemasan, ketakutan karena Allah itu Ahad. Allah itulah pencipta kita. Kita hanyalah hamba-nya. Kesadaran bahwa semua perputaran hidup ini akan kembali kepada Allah membuat rasa optimis dan bahagia.

Semakin kita beranjak dewasa, semakin waktu kita berkurang hidup di dunia maka semakin bahagia karena akan kembali kepada-Nya. Inilah salah satu makna bahwa Allah itu Esa. Allah adalah tempat kembali semua dari kita.

Kesulitan apapun dan kebahagiaan apapun pada ujungnya kita akan kembali kepada-Nya. Penguasa hebat, hartawan yang berlimpah emas, tanah luas dan kehormatan di dunia, semuanya akan kembali kepada Allah. Kita tidak silau memandang harta, pangkat dan tahta. Semuanya akan pulang kepada-Nya.

 Dan kalau kita renungkan kembali, ayat kedua Allahu shomad, Allah tempat bergantung segala sesuatu, maka akan tergetar hati kita membacanya.

 Bayangkan bahwa kita semua tergantung kepada-Nya. Bukan hanya kita sebagai individu, tetapi semua orang, semua mahluk bernyawa di muka bumi. Semua manusia baik yang mengaku hebat atau yang merasa miskin. Semua tergantung kepada-Nya.

 Dengan ayat ini jelas tidak ada sesuatu pun lepas dari ketergantungan kepada Allah. Itulah mengapa setiap langkah kita hendaknya menggantungkan diri hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Berdoa hanya kepada Allah bukan kepada mahluk. ***

Wednesday 9 March 2011

Syarat Diterimanya Syahadatain (Syurut Qobulu Syahadatain)

Syahadah yang diikrarkan seorang muslim tidak hanya sebagai ibadah lisan yang hanya diucapkan. Ia juga mencakup sikap dan perbuatan. Di mana syahadah menuntut seseorang untuk melakukan dan bersikap sesuai dengan tuntutan syahadah tersebut. Dan agar Syahadah diterima serta seseorang mendapatkan apa yang dijanjikan Allah kepadanya dengan syahadahnya itu, maka ada beberapa syarat yang mesti dimiliki oleh seseorang yang telah mengikrarkan syahadahnya. Di antaranya adalah:

1. Ilmu yang menolak kebodohan

(الْعِلْمُ الْمُنَافِي لِلْجَهْلِ )

Seseorang yang bersyahadah mesti memiliki ilmu tentang syahadatnya. Ia wajib memahami arti dua kalimat ini (Laa Ilaha Illa Allah, Muhammadur rasulullah) serta bersedia menerima hasil ucapannya. Dari kalimat syahadatain tersebut, maka seorang muslim juga harus memiliki ilmu tentang Allah, ma’rifatullah (mengenal Allah), dan ilmu tentang Rasulullah. Mengenal secara baik terhadap Allah dan Rasul-Nya menjadikan seseorang dapat memberikan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya tidak mengenal (bodoh) terhadap Allah dan Rasul-Nya menyebabkan seseorang tidak mampu menunaikan hak-hak Allah dan Rasul-Nya . Allah SWT berfirman dalam surat Muhammad:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

”Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (QS. Muhammad: 19).

Orang yang jahil atau bodoh tentang makna syahadatain tidak mungkin dapat mengamalkan dua kalimat syahadat tersebut.

2. Keyakinan yang menolak keraguan

(اَلْيَقِيْنُ الْمُنَافِي لِلشَّكِّ )

Syahadah yang diikrarkan juga harus dibarengi dengan keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Yakin bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi Rezki, Ma’bud (Yang layak disembah), dan lain sebagainya, serta yakin bahwa Rasulullah adalah nabi terakhir yang diutus Allah. Seseorang yang bersyahadat mesti meyakini ucapannya sebagai suatu yang diimaninya dengan sepenuh hati tanpa keraguan. Keyakinan membawa seseorang pada istiqamah dan mendorong seseorang melakukan konsekuensinya, sedangkan ragu-ragu menimbulkan kemunafikan.

Iman yang benar adalah yang tidak bercampur dengan keraguan sedikit pun tentang ketauhidan Allah, sebagaimana dalam firman-Nya:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15).

Selain itu, keyakinan kepada Allah SWT menjadikan seseorang terpimpin dalam hidayah. Allah SWT berfirman:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS. As-Sajadah: 24).

Keyakinan kepada Allah menuntut keyakinan kepada firman-Nya yang tertulis pada kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi dan rasul. Allah SWT menurunkan kitab-kitab itu sebagai petunjuk hidup. Dan di antara ciri mukmin adalah tidak ragu terhadap kebenaran Kitabullah dan yakin terhadap hari Akhir. Sebagaimana dalam firman-Nya:

الم
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

”Alif laam miin. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 1-5).
(Bersambung)


Sumber: dakwatuna.com

Thursday 3 March 2011

Buah dari Taqwa

Orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang taqwa. Jadi di pandangan Allah orang-orang seperti inilah yang mulia. Allah lah yang tahu siapa diantara hambaNya yang taqwa. Allah lah yang memahami siapa yang taqwa itu. Jadi taqwa merupakan ukuran kemuliaan disisi Allah, bukan disisi manusia.

Orang yang bertaqwa akan senantiasa berdzikir kepada Allah dalam perjalanan hidupnya. Dzikir kepada Allah merupakan tanda senantiasa ingat kepada Allah. Dan ingat kepada Allah merupakan tanda bahwa dirinya dicintai Allah. Jadi disinilah terasakan bagaimana ketaqwaan ini akan dibimbing oleh Allah sehingga kehidupannya senantiasa penuh berkah.

Harta bukan satu-satu jalannya menuju taqwa kepada Allah. Demikian juga ilmu, keturunan dan kedudukan. Orang bertaqwa menempatkan ketundukan dirinya kepada Allah sebagai sebuah tanda bahwa dirinya adalah hamba Allah. Hamba yang tergantung kepada Allah. Hamba yang ruhnya ketika dipanggil Allah akan ridha. Hamba yang merasa tenang dalam segala keadaan baik di masa sulit dan senang, masa berkdudukan atau tidak, masa kaya atau kekurangan, karena berdzikir kepada Allah menimbulkan ketenteraman.

Merasakan bagaimana taqwa ini menjadikan Allah sebagai pembimbing, sebagai gantungan dan harapan. Semuanya tidak hanya sampai kepada akal dan logika tetapi taqwa juga melingkupi dan terutama dalam qalbu. Sehingga orang bertaqwa ketika disebut nama Allah bergetar hatinya, terasakan sekali bagaimana kehadiranNya di dunia ini.
Mereka yang bertaqwa akan mendapatkan buahnya di dunia maupun di akhirat.

1. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. (65:2)

2. Mendapatkan rezeki tanpa diduga-duga
dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (65:3)

3. Mendapatkan kemudahan dalam urusannya
....dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (65:4)

4. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan
Barangsiapa epada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. (65: bertakwa k2)

5. Mendapatkan sikap furqan
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar. (8:29)

6. Mendapatkan berkah dari langit dan bumi
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (7:96)


7. Menerima penghapusan dan pengampunan dosa
29. Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar. (8:29)


.... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya. (65:5)

Mereka yang Allah masukkan sebagai orang bertaqwa niscaya mendapat keberuntungan dan kebahagiana hidup di dunia dan akhirat. Namun demikian tidak selalu menjadi indikator bahwa orang-orang bertaqwa itu kaya dan tinggi kedudukannya. Allah lah yang akan menentukan semuanya, kewajiban kita adalah bertaqwa hanya kepada Allah Swt.

Thursday 17 February 2011

'Ilmullah ( Ilmu Allah )

Allah Yang Maha Pencipta (QS. 25:2 ) —Yang Maha Pandai (QS. 67:14 )

Jalan formal (khusus):

Dengan wahyu (QS. 3:38 )

Memerlukan rasul (QS. 42: 51 , 52 dan 53 )

Ayat qauliyah (QS. 55:1 -2 , 96:1 )

Berfungsi sebagai pedoman hidup (QS. 3:19 dan 85 )

Kebenaran mutiak (QS. 2:147 , 41:53 )

Jalan nonformal (umum):

Dengan ilham (QS. 90:5 )

Langsung (QS. 2:31 , 55:4 )

Ayat kauniyah (QS. 3:190 , 41:53 )

Berfungsi sebagai sarana hidup (QS. 11:61 )

Kebenaran ekspertmental (QS. 10:36 )

Untuk manusiaagarberibadah (QS.51:56 )

Al Ihsan

Pengawasan Allah (QS. 50:16 , 17 dan 18 , 89:14 , 2:284 )

Kebaikan Allah (QS. 28:77 , 1:3 , 2:29 , 31:20 )

Niat yang ikhsan (QS. 2:207 )

Niat yang ikhlas (QS. 98:5 )

Pekerjaan yang tertib

Penyelesaian yang baik (QS. 94:7 )

Amal yang ikhsan:

Kecintaan dari Allah (QS. 2:195 , 3:134 , 148 )

Pahala dari Allah (QS. 3:148 , 16:97 )

Pertolongan Allah (QS. 16:128 , 29:69 )

Ma'iyatullah ( Kesertaan Allah )

Kesertaan Allah umum (QS. 57:4 , 58:7 ,11 )

Mukmin:

Pengawasan Allah (QS. 50:16 , 17 dan 18 , 89:14 , 2:284 )

Kebaikan Allah (QS. 28:77 , 31:20 )- Taat Kepada Allah

Kesertaan Allah khusus (QS. 26:62 , 9:40 ):

Iman (QS. 16:128 )

Amal saleh (QS. 47:7 , 8:10 )

Dukungan Allah (QS. 8:9 , 3:125 , 3:168 )

Mencapai sukses (QS. 3:185 )

Kafir - ingkar nikmat Allah (QS. 16:83 )

Lalai (QS. 7:179 , 18:28 )

Akibatnya bermaksiat kepada Allah.
Hakikat Cinta:

Cinta yang mengikuti syari'at — dasarnya iman (QS. 3:15 , 52:21 , 3:170 )

Cinta yang tidak mengikuti syari'at — dasarnya syahwat (QS. 3:14 , 80:34-37 , 43:67 )

Ciri-ciri Cinta:

Selalu mengingat-ingat (QS. 8:2 )

Mengagumi (QS. 1:1 )

Ridha /rela (QS. 9:61 )

Siap berkorban (QS. 2:207 )

Takut(QS. 21:90 )

Mengharap(QS. 21:90 )

Menaati(QS. 4:80 )

Tingkatan Cinta:

Cinta menghamba —hanya dengan Allah —untuk menyembah atau mengabdikan diri (QS. 2:21 )

Mesra —dengan Rasulullah dan Islam —untuk diikuti

Rasa rindu —dengan Mukminin (keluarga atau jamaah)— untuk saling kasih sayang dan saling mencintai (QS. 48:29 , 5:54 , 55 dan 56 )

Curahan hati — untuk kaum Muslimin umumnya — untuk persaudaraan Islam

Rasa simpati — pada manusia umumnya — untuk dida'wahi

Hubungan hati — hanya dengan benda-benda — untuk memanfaatkan

Kelaziman Cinta:

Menghasilkan loyalitas (wala).

Mencintai siapa-siapa yang dicintai Kekasih

Mencintai apa saja yang dicintai Kekasih

Melepaskan diri (bara'):

Membenci siapa saja yang dibenci Kekasih

Membenci apa saja yang dibenci Kekasih