Tuesday 6 May 2008

Berlaku Adil

ARTI ADIL DALAM ISLAM

Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang lain dalam memberikan hukum, sering diartikan pula dengan persamaan dan keseimbangan dalam memberikan hak orang lain, tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangi.

Seperti yang dijelaskan Al Qur’an dalam surah Ar Rahman/55:7-9. “Dan Allah telah meninggikan langit-langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) supaya kamu jangan melampaui batas neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”.

Kata adil sering disinonimkan dengan kata al musawah (persamaan) dan al qisth (moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata dzalim.

Dalam Al Qur’an kata adil dan anak katanya diulang sekitar 30 (tiga puluh) kali. Al Qur’an mengungkapkannya sebagai salah satu dari asma’ al husna Allah dan perintah kepada Rasulullah untuk berbuat adil dalam menyikapi semua umat yang muslim maupun yang kafir. Begitu juga perintah untuk berbuat adil ditujukan kepada kaum mukminin dalam segala urusan.

PRINSIP KEADILAN DALAM ALAM RAYA

Jika kita perhatikan alam raya sekitar kita, maka akan kita dapatkan prinsip adil/keseimbangan itu menjadi ciri utama keberlangsungan dunia. Malam dan siang, gelap dan terang, panas dan dingin, basah dan kering, bahkan udara tersusun dalam susunan keseimbangan yang masing-masing fihak tidak ada yang mengambil/mengurangi hak sisi lain.

Tata surya kita, matahari, bumi bulan dan planet lainnya berada dalam jalur/garis edar obyektif yang tidak ada satupun dari tata surya itu merampas jalur fihak lain, jika perampasan fihak lain itu terjadi bisa kita bayangkan bagaimana jadinya alam ini, pasti akan terjadi benturan-benturan yang berarti kebinasaan dan kehancuran. (QS. Al Qamar: 49, Al Mulk: 3, Yasin: 40, Ar Rahman:5-7)

Kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh keseimbangan pernafasannya antara menghirup dan membuang. Jika tarikan dan pembuangan tidak seimbang maka manusia akan mengalami kesulitan bernafas dan biasanya kehidupan akan segera berhenti.

Begitu juga susunan fisik manusia, memiliki komposisi seimbang antara cairan, udara, dan benda padat (tulang dan otot), jika keseimbangan ini terganggu maka kehidupanpun akan terganggu. Demikian pula susunan materi dan ruhiyah, antara fisik, akal dan rasa. Jika ada satu fihak yang mengambil hak sisi lain dapat dipatikan akan terjadi ketimpangan hidup. Dst.

KEISTIMEWAAN SIKAP ADIL/MODERAT

Sikap adil/moderat akan menjamin kelangsungan sebuah konsep. Sebab sikap berlebihan yang meskipun dibutuhkan suatu saat ia tidak akan tahan lama. Misal; berlari akan mempercepat daya tempuh tetapi tidak semua orang tahan lama berlari, berbeda dengan berjalan, meskipun ia lebih lambat, namun ia lebih tahan lama.

Sikap moderat/adil lebih menjamin keadaan istiqamah (lurus) dan terhindar dari penyimpangan. As Shirat al Mustaqim (QS 1:6) banyak dijelaskan oleh para mufassir sebagai sebuah jalan yang berada di tengah-tengah antara dua jalan yang menyimpang kiri maupun kanan.

Sikap adil/moderat menunjukkan nilai khairiyyah (kebaikan). Aristotles mengatakan: “Kebaikan itu berada di antara dua sikap kehinaan” Islam menyebut shalat wustha sebagai sebaik-baik shalat. Orang Arab mengatakan : “Khairul umuri ausathuha (Sebaik-baik urusan adalah yang paling moderat)

Posisi adil/moderat adalah posisi yang paling aman, jauh dari bahaya dibandingkan dengan sikap tatharruf (marginal/pinggiran) yang memang lebih awal terkena jika bahaya datang.
Sikap adil/moderat adalah simbol kekuatan. Kita perhatikan dalam rentang usia manusia, usia yang paling dibanggakan adalah rentang usia tengah antara masa kanak-kanak dan masa tua renta.

Posisi adil/moderat adalah pusat persatuan dan kesatuan. Berapapun sisi yang dimiliki oleh sebuah bidang, maka titik sentral akan mempersatukan semua sisi itu. Perhatikan sebuah roda yang memiliki banyak jeruji, bagaimana jika tidak ada titik tengahnya, di mana mereka bisa bersatu?

SISI MODERAT/KEADILAN DALAM AJARAN ISLAM

Sikap adil dalam syariah Islam dapat kita lihat dalam setiap sendi ajarannya, baik secara teoritis maupun aplikatif, tarbawiy (pendidikan) maupun tasyri’iy (peraturan). Islam sangat moderat dalam bidang akidah, pemahaman, ibadah, ritual, akhlaq, adab, hukum dan peraturan.

Aqidah

Dalam bidang akidah, Islam merupakan konsep moderat anatara kaum khurafat yang mempercayai semua kekuatan sebagai tuhan dan kaum mterealis yang tidak mempercayai kecuali yang tertangkap alat inderanya saja.
Pandangannya tentang manusia adalah pandangan moderat antara mereka yang mempertuhankan manusia (menganggap bisa melakukan apa saja, semaunya) dan mereka yang menganggap manusia sebagai wayang yang tidak berdaya apa-apa. Islam memandang manusia sebagi makhluk hamba Allah yang bertanggung jawab. Dsb.

Ibadah

Islam membuat keseimbangan ibadah bagi umatnya antara kebutuhan ukhrawiy dan kebutuhan duniawiy. Pemeluk Islam yang baik bukanlah yang menghabiskan waktunya hanya untuk ibadah ritual tanpa memperhatikan bagian duniawinya, begitu juga bukan pemeluk yang baik jika hanya memeperhatikan duniawi tanpa memberikan porsi ukhrawi.

Contoh jelas dalam hal ini adalah, hari juma’t, ada perintah untuk shalat juma’h, larangan melakukan perdagangan pada waktu itu, tetapi kemudian disusul perintah mencari rizki begitu usai shalat jum’at. (QS. 62: 9-10)

Akhlaq

Pandangan normatif Islam terhadap manusia adalah pertengahan antara mereka yang idealis memandang manusia harus berada dalam kondisi prima, tidak boleh salah sebagaimana malaikat, dan mereka yang menganggap manusia sebagai makhluk hidup (hewan) yang bebas melakukan apa saja yang disukai, tanpa ada norma yang mengikatnya. Islam memandang manusia sebagai makhluk yang berpotensi salah sebagaimana ia berpotensi benar (QS. Asy Syams: 7-10).

Dalam memandang dunia, Islam memiliki sikap moderat antara yang menganggapnya segala-galanya (Dan mereka mengatakan: “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan” QS. AL An’am/6:29), dengan mereka yang menganggap dunia sebagai keburukan yang harus dijauhi. Islam memandang dunia sebagai ladang akherat, Islam menuntun manusia pada kebaikan dunia dan akhirat.

Tasyri’

Dalam bidang halal-haram Islam adalah pertengahan antara Yahudi yang serba haram (QS. 4:160-164) dan Nasrani yang serba halal. Islam menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk (QS. 7:157)
Dalam urusan keluarga Islam adalah pertengahan antara mereka yang melarang nikah sama sekali (seperti dalam kerahiban nasrani) dan mereka yang memperbolehkan nikah tanpa batas (jahiliyyah), begitu juga dengan perceraian, antara mereka yang melarang cerai sama sekali (seperti nasrani), dan yang memperbolehkan perceraian tanpa batas.

Dalam kepemilikan, konsep Islam adalah pertengahan antara mereka yang menafikan milik pribadi (sosialis) dan yang menafikan milik sosial/memanjakan milik pribadi (kapitalis). Islam mengakui milik pribadi, tetapi mewajibkan adanya hak sosial dalam setiap kepemilikan pribadi. Dst.

DISTRIBUSI KEADILAN

Islam mewajibkan ummatnya berlaku adil dalam semua urusan. Al Qur’an mendistribusikan kewajiban sikap adil dalam beberapa hal seperti :

Menetapkan hukum

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” QS.4:58

Memberikan hak orang lain.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan berbuat kebajikan..” QS. 16:90

Dalam berbicara

“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabatmu.”QS. 6:152

Dalam kesaksian

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatnu. QS. 4:135

Dalam pencatatan hutang piutang

“Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar..”QS 2:282

Dalam Mendamaikan perselisihan

“…maka damaikan antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah..”QS. 49:9

Menghadapi orang yang tidak disukai

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu pada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.QS. 5:8

Pemberian balasan

“…dan barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu …(QS. 5:95).

Imam As Syafi’iy menegaskan kepada para qadli (hakim) agar bersikap adil dalam lima hal terhadap dua orang yang berselisih, yaitu :

- Ketika masuk pintu,
- Saat duduk di hadapannya,
- Menghadapkan wajah kepadanya,
- Mendengarkan pembicaraannya,
- Memutuskan hukum.
- Dsb.

PENEGAKAN DAN STANDAR KEADILAN

Berlaku adil memerlukan kejelian dan ketajaman, di samping mutlak adanya mizan (standar) yang dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman seseorang. Mizan keadilan dalam Islam adalah Al Qur’an.

Firman Allah:

“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan menurunkan neraca (keadilan)”QS. 42:17

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia”QS.57:25

Rasyid Ridla, dalam Tafsir al Manar menjelaskan ayat ini dengan mengatakan :
“Sebaik-baik orang adalah orang yang bisa berhenti dari kezaliman dan permusuhan dengan hidayah Al Qur’an, kemudian orang yang berhenti dari kezaliman karena kekuasaan (penguasa) dan yang paling buruk adalah orang yang tidak bisa diterapi kecuali dengan kekerasan. Inilah yang dimaksudkan dengan al Hadid (besi)”.

Kesalihan dunia ini hanya bisa ditegakkan dengan Al Qur’an yang telah mengharamkan kezaliman dan pengrusakan-pengrusakan lainnya. Sehingga manusia menjauhi kezaliman itu karena rasa takutnya kepada murka Allah di dunia dan akhirat, di samping untuk mengharapkan balasan/ganjaran dunia akhirat. Kemudian dengan keadilan hukum yang ditegakkan penguasa untuk membuat jera umat manusia dari dosa. Wallahu a’lam.

No comments: