Drs. DH Al Yusni
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. Al Isra’: 70)
Suatu siang, jalan baru di pinggiran kota dipenuhi kerumunan orang. Mereka saling berdesakan untuk bisa melihat obyek pandangan yang menjadi sasaran penglihatan mereka. Ternyata yang menjadi obyeknya adalah seonggok mayat yang penuh luka. Rupanya itu adalah mayat seorang residivis yang diamuk massa. Mayat itu tergeletak dibiarkan begitu saja. Orang lalu lalang silih berganti hanya untuk melihat, mayat siapakah gerangan?. Itu saja yang diperbuat orang banyak bukan untuk memberikan pertolongan atau memproses mengurusi jenazahnya. Ada pula yang sumpah serapah kepada mayat tersebut, bahkan ada juga yang merasa senang atas tewasnya sang residivis, karena berkuranglah kejahatan yang dilakukan orang itu.
Sementara di sudut kampung terdapat sebuah rumah yang dipenuhi kerumunan orang yang ingin takziyah melayat jenazah seorang ustadz di wilayah itu. Rumah kecilnya tidak pernah berhenti dikunjungi orang. Mereka sangat menghormati sang ustadz yang teramat mereka cintai. Karena jasa-jasa beliau begitu banyak memberikan pencerahan aktivitas keagamaan di kampung terpencil itu. Bahkan orang yang menshalatkannya bergiliran secara bergelombang lantaran penuh sesaknya orang yang ingin turut menshalatkannya. Begitu pula ketika mengantarkannya ke pemakaman tempat peristirahatannya yang terakhir, masyarakat berduyun-duyun mengiringinya. Tampak raut wajah penuh duka kehilangan figure guru yang mereka cintai, karena telah mengajari mereka tentang kebenaran. Petuah ajarannya yang menjadikan mereka lebih memahami kebenaran dan kebatilan. Mereka dapat mengetahui hakikat kehidupan yang sebenarnya.
Potret dua keadaan di atas sangatlah bertolak belakang. Hal ini merupakan tampilan masyarakat yang dapat kita temukan dengan mudah di sekitar kita. Seonggok jenazah yang pertama dan kedua diperlakukan berbeda oleh masyarakatnya. Perlakukan itu semakin memperjelas bagi kita tentang kedudukan dua orang tersebut yang mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan kualitas dan hakikat dirinya sebagai manusia. Sekalipun secara fisik keadaan mereka berdua tidaklah berbeda satu dengan yang lainnya.
Perlakukan yang berbeda itu sebenarnya telah disinyalir oleh Allah Swt. dalam Al-Qur’an bahwa mereka yang beriman dan beramal shalih akan dimuliakan kedudukannya sedangkan mereka yang membangkang akan direndahkan derajatnya bahkan lebih rendah dari binatang ternak. Perlakukan itu tidak hanya di dunia melainkan juga di akhirat. Malah di akhirat lebih besar lagi perbedaan dalam memperlakukan model-model manusia seperti itu.
Sebagaimana yang kita pahami bahwa persoalan di atas terletak pada sikap dalam menjalankan kedudukan dirinya sebagai manusia. Mereka yang benar dalam mendudukkan posisinya sebagai manusia seperti yang ditentukan Allah Swt. maka mereka pantas untuk mendapatkan perlakukan yang layak dan baik. Sebaliknya mereka yang tidak dapat mendudukkan dirinya dengan tepat maka mereka pun akan dihinakan karena sikapnya.
Manusia sebagai makhluk Allah Swt. tentu memiliki kedudukan yang berbeda dari ciptaan-Nya yang lain. Oleh karena itu mereka mempunyai imtiyazat (keistimewaan) sebagai makhluk Allah Swt. Al-Qur’an menyebutkannya dalam beberapa sisi. Di antaranya;
1. Mukarram (makhluk yang dimuliakan)
Sebagai makhluk yang dimuliakan Allah Swt. manusia diberikan keistimewaan. Bentuk fisik yang bagus dengan tata letak yang tepat menjadikan dirinya berbeda dengan makhluk lainnya. Letak kepalanya, hidungnya, alisnya, mulutnya dan beberapa organ lainnya yang sesuai dengan posisi dan porsinya. Dengan tampilan seperti itu manusia kelihatan cantik dan ganteng. Sehingga manusia tidak pernah malu pada hewan atau tetumbuhan lantaran tampilan fisiknya. Keistimewaan bentuk fisik yang dimiliki manusia merupakan karunia Allah Swt. yang membuatnya tidak pernah merasa minder bila berada di kebun binatang sekalipun binatang yang terdapat di dalamnya adalah binatang-binatang pilihan.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At Tiin: 4)
Dengan tampilan fisik dan bentuk yang bagus manusia juga diberikan keistimewaan lainnya. Yakni ditundukkannya alam semesta untuk kehidupannya. Manusia bisa mengarungi samudera yang luas. Mengelilingi dunia, menikmati panorama indahnya alam raya. Diberikan kepadanya tumbuh-tumbuhan baik yang dapat dikonsumsinya ataupun untuk dipandangnya. Juga dijinakkan hewan-hewan kepadanya sehingga ada yang dapat dimakan, ditunggangi atau untuk membantu kehidupan umat manusia. Semua anugerah itu merupakan bentuk pemuliaan Allah Swt. kepada manusia. Agar karunia tersebut dapat dipergunakan bagi kehidupannya dalam mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Namun jika kenikmatan itu tidak dipergunakan sebagaimana aturan-Nya maka Allah Swt. akan memandang hina dan rendah manusia itu. Mereka disamakan derajatnya dengan hewan bahkan lebih dari itu. Na'udzubillahi min dzalik.
2. Mukallaf (makhluk yang dibebankan tugas)
Dengan kelebihan dan karunia yang diberikan kepada mereka, manusia dibeban tugaskan untuk beribadah dan mengatur serta merawat jagat raya yang menjadi sarana hidupnya dengan sebaik-baiknya. Agar mereka menyadari bahwa karunia itu tidak datang dengan sendirinya melainkan ia adalah pemberian Tuhan sehingga mereka seharusnya berterima kasih pada-Nya dengan senantiasa beribadah.
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" (QS. Ad Dzariyat: 56)
Begitu pula manusia harus menyadari bahwa sarana hidupnya telah tersebar di penjuru bumi agar mereka menggalinya, memanfaatkannya dan merawatnya untuk kehidupannya. Pada posisi peran ini manusia menjadi pemimpin di alam semesta ini (khalifah) yang menjalankan ajaran Allah Swt. dan merealisasikannya dengan benar. Bukan malah melakukan kerusakan di muka bumi, dengan menghancurkan alam raya, merusak ekosistem hidup atau membiarkannya punah dan musnah. Agar manusia dapat menjaga kelestarian hidupnya dan jagat raya sebagai sarana hidupnya.
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan Khalifah dimuka bumi"………. (QS. Al Baqarah: 30).
3. Mujzi (makhluk yang mendapatkan balasan atas amalannya)
Dalam menjalankan beban tugasnya manusia pun mendapatkan balasan atas amalannya. Mereka yang menunaikan tugasnya dengan baik manusia berhak meraih anugerah keridhaan dan surga-Nya. Sedangkan mereka yang tidak menunaikan tugasnya maka azab dan neraka-Nya lebih pantas untuk mereka terima. Seberapa pun amal yang mereka kerjakan kecil atau besar pasti mendapatkan balasannya baik atau pun buruk. Dengan agar manusia dapat memahami bahwa semua perbuatan yang dilakukannya tidak akan dibiarkan begitu saja melainkan pasti akan ada balasannya.
"Barang siapa yang mengerjakan amal kebaikan seberat dzarrah pun niscaya dia akan mendapatkan balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan amal kejahatan seberat dzarrah pun niscaya dia akan mendapatkan balasannya pula" (QS. Az Zalzalah: 7 – 8).
Demikianlah kedudukan manusia yang sebagian di jelaskan dalam Al Qur'an, agar kita mampu menjalankannya dengan benar sehingga kita dapat meraih derajat yang mulia di sisi Allah Swt. dan makhluk-Nya. Wallahu 'alam bishshawab. (SyH)
No comments:
Post a Comment