Saturday 10 May 2008

KEMATIAN HATI

Oleh: KH Rahmat Abdullah, Ketua Yayasan Iqro', Bekasi

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.
Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan
kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera
pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang
datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa,
tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya
pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu
alangkah be-sar kemurkaan ALLAH atasmu. Tersanjungkah engkau yang pandai
bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air
wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam
rakaat-rakaat panjang. Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur,
sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian
masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah
seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa
ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan
diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku
karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak tahuan mereka",
ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana,
lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang
beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian
menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat
banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa
banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau
ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah
dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan
kata. Dimana kau letakkan dirimu ?

Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu
kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin
bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa
gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.

Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga
getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya ?
Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia
berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada
ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka
lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini
potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia
SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja
berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan.

Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis
perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau
berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu
yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh"
Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu. Kemana getarannya yang
gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan
jahiliyah dan maksiat" ? Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci)
berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan "
Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian
laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"

Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling
lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan
tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana ?

Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justeru
engkau akan dihadang tantangan : sangat malu untuk menahan tanganmu dari
jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang
berbunga-bunga didepan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah
pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus
mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu
ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak
melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam,
sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu. Siapa
yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu
kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di
sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku,
ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai,
berlalu tanpa rasa bersalah? Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya
berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan
"Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih
dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah
barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di
lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari
kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim
yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan
penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka
yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian,
koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi
dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar
sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk
junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya". Engkau akan menjadi faqih
pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan
"lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan
Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri. Mahatma Ghandi memimpin
perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang
tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India
menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat
India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat
dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang
asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam
berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana.
"Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah.
Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi
selera-ku"

No comments: