Ustadz Drs. H. Mahfud Siddiq, M.Si,
Banyak ni’mat yg harus kita syukuri yang Allah berikan kepada kita: ni’mat sbg hamba-Nya, ni’mat sebagai manusia, bukan hanya dalam konteks kita sebagai pribadi (individu) namun juga dlm konteks kita sebagai bagian dari ummat. Keberadaan seorang muslim sebagai makhluq ciptaan Allah mengemban tanggungjawab sosial, dimana dalam hal ini seorang muslim selain secara khusus sebagai bagian dari ‘umat Islam’ juga secara umum sebagai bagian dari manusia. Konteks secara umum ini penting untuk kita sadari karena ni’mat yg Allah limpahkan kepada kita nantinya akan dimintakan pertanggungjawabannya di yaumil hisab (hari pembalasan), baik dalam konteks pertanggungjawaban pribadi maupun pertanggungjawaban sosial.
Oleh karena itu tujuan dari taujih kali ini adalah dalam rangka upaya penyegaran, peningkatan, pengokohan, dan pemeliharaan iman untuk mensyukuri ni’mat Allah sebaik-baiknya.
Pada saat penciptaan manusia - yang mana kemudian Allah memberikan manusia itu beragam ni’mat, termasuk dlm hal ini adalah ni’mat hidayah - lalu Allah menjelaskan bahwa pada akhirnya hanya ada 2 golongan manusia, dimana setiap dari kita hanya akan masuk di dalam salah satu golongan tersebut. Tidak ada golongan ke-3, dan juga tidak ada golongan yg duduk di antara keduanya. Dua golongan itu adalah:
1. Orang2 yg ‘syakiran’ (org2 yg mampu bersyukur)
2. Orang2 yg ‘kafuran’ (org2 yg kufur, terutama atas ni’mat Allah)
Setiap perbuatan (amal) yang kita lakukan, akan menggiring kita masuk kepada salah satu dari dua golongan (kondisi) ini. Di yaumil hisab nanti, orang-orang yg syakiran akan disempurnakan ni’matnya dgn mendapat balasan ‘jannatul na’im’ (surga yg penuh ni’mat). Sementara itu orang yg kafuran mendapat balasan ‘naaru jahannam’ (neraka jahannam) – QS 14: 28-29.
Allah Swt menjelaskan di dalam salah satu ayat Al Qur’an bhw sesudah manusia itu diciptakan, maka Allah akan menyempurnakan ni’mat kepada manusia itu berupa penciptaan yg selengkap-lengkapnya. Hal ini menunjukkan begitu besarnya ni’mat Allah. Dan Allah telah mengatakan bahwa jika manusia berusaha utk menghitung ni’mat Allah tsb, maka niscaya manusia tidak akan sanggup menghitungnya (QS 14:34). Salah satu contoh kecil dari ni’mat Allah ini adalah ni’mat kesehatan. Bagaimana menderitanya seorang manusia jika dia tidak bisa ‘buang angin’. Berapa yang harus kita bayar selama hidup kita, jika ternyata kita harus membayar ni’mat semacam itu. ‘Buang angin’ adalah salah satu ni’mat dari Allah yg kebanyakan manusia tidak suka ketika kita menggunakannya, namun ternyata sangat penting dalam hidup kita.
Bagi orang-orang yg beriman, dan orang-orang yang meyakini keluasan rizqi Allah, maka mereka tidak akan pernah sedetikpun mengeluh akan kekurangan ni’mat Allah, karena mereka meyakini bahwa ni’mat Allah sangat besar, luas dan banyak.
Sikap kita sebagai muslim dalam konteks pribadi adalah bagaimana ni’mat yg tlh Allah berikan kpd kita, bisa kita terima, kelola dan dayagunakan sebaik-baiknya untuk kebaikan dan ketinggian derajat kita di sisi Allah dan juga di sisi manusia.
Allah mempersilakan kepada manusia untuk mengambil apa saja ni’mat dari Allah itu sebanyak-banyaknya. Adapun ni’mat Allah yang dikaruniakan kepada manusia terbagi atas 3, yaitu:
1. Ni’matil Wujud (ni’mat existensi/hidup). QS Al Insan (1-4) menceritakan fase-fase kehidupan manusia, dari ada menjadi tidak ada. Manusia tidak pernah meminta ni’mat ini, tapi Allah memberikannya kepada kita ‘free of charge’ (secara cuma-cuma). Dan ternyata manusia sangat mencintai ‘ni’matil wujud’ ini. Adakah di antara kita yg menyesal bahwa Allah telah menciptakn kita di muka bumi ini? Adakah di antara kita yg pernah berfikir bahwa lebih baik saya tidak ada di muka bumi ini? Bukan hanya orang2 yg beriman yang mencintai ni’matil wujud ini, tapi juga org2 yang tdk beriman mencintai ni’matil wujud ini, bahkan ada yg ingin hidup 1000 tahun lagi. Orang yg sengaja bunuh diri adalah orang yg sesungguhnya cinta dunia, karena mereka tidak tahan (putus asa dan frustasi) menghadapi tekanan berat kehidupan dunia.
2. Ni’matul Insan (ni’mat sebagai manusia). Merupakan ni’mat yg setingkat lebih tinggi dari ni’matil wujud. Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS At Tiin:4). Bahkan monyet yang paling baguspun masih kalah tampan dan ganteng dibandingkan manusia yg berperawakan buruk sekalipun. Manusia merupakan mahluq yg terbaik dan sempurna dibandingkan ciptaan Allah yg lain (termasuk Malaikat dan jin). Manusia dipilih oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi – QS 2:30 (sejak penciptaan Adam). Dan ini memicu kecemburuan mahluq Allah yg lain yg bernama bangsa jin (yg diwakili oleh iblis) yang merasa lebih tinggi statusnya dari manusia karena diciptakan dari api sdgkan manusia hanya dari tanah (QS 7: 12, dan 15 : 31-33). Dan sudah menjadi komitmen jin utk senantiasa memusuhi dan menjerumukan anak Adam (manusia) ke dalam jurang kesesatan (QS 7:16-17, dan 15: 39). Dengan kecenderungan, watak dan syahwatnya manusia digoda setan untuk menjauh dari ajaran Allah dan lupa akan ni’mat Allah. Dan banyak dari manusia yg justru menghancurkan potensi kemanusiaan (fitrah insaniyah) yg ada dalam dirinya, dan mensublimasinya menjadi lebih rendah (derajatnya) dibandingkan makhluq Allah yg lain. Banyak muslim yg melepaskan pakaian insaniyahnya, seperti kisah Nabi Adam dan Hawa yg ditanggalkan pakaian (ketaqwaan)nya oleh setan (QS 7: 26-27). Ada org yg makan, mencari nafkah dan melampiaskan kebutuhan biologisnya sudah seperti binatang. Dan oleh Allah dikatakan mereka telah sesat dan menyesatkan dirinya sehingga mereka dikatakan oleh Allah sudah seperti hewan atau binatang ternak bahkan lebih sesat dari hewan-hewan itu (QS 7: 179). Banyak sebagian dari manusia yg tidak bisa mempertahankan statusnya dibandingkan makhluq Allah yang lain. Seekor burung tidak pernah resah atau takut akan kekurangan rizqi Allah, dan mereka senantiasa berupaya setiap hari untuk bisa survive. Jadi sangat tidak patut jika ada manusia yg sesungguhnya lebih tinggi derajatnya dari binatang, merasa resah dan takut akan kemiskinan, bahkan sampai membunuh anak-anak mereka.
3. Ni’matul Islam (ni’mat diturunkannya Islam). Allah menyempurnakan ni’mat-ni’mat yang lain dengan mengaruniakan ni’matul Islam. Ni’mat ke-Islaman dikokohkan oleh Allah melalui ajaran (agama) yg dibawa oleh para anbiya-’ulmursalin, bukan yg dibawa oleh manusia biasa atau oleh iblis. Dan Allah telah menjamin bahwa agama (dien) yang diterima di sisi Allah adalah Islam (3:19). Adapun status manusia sejak dilahirkan telah membawa fitrah ke-Islaman (QS 30:30). Orangtua dan lingkunganlah yg berperan mengubah fitrah Islam pada diri seorang anak – apakah tetap menjadi Islam ataukah berpaling ke agama lain yg tdk diterima Allah.
Apakah kita sudah mensyukuri ni’mat dari Allah tersebut? Wujud dari rasa syukur kita atas ni’mat Allah di refleksikan dari gerak pola pikir, tingkah laku, cara bekerja kita senantiasa diorientasikan utk mendapat rahmat Allah (hidup secara Islami). Kita dituntut utk menyempurnakan syakhsiyah Islamiyah kita.
Adapun terkait dengan misi seorang muslim atas ni’mat Allah ini dan juga sebagai tanggungjawab sosialnya (2:177), maka tidaklah patut seorang muslim mempunyai misi hanya utk mewujudkan kepentingan pribadi. Tapi sebaliknya kita dituntut utk mengemban misi yg lbh luas yaitu utk memberikan kebaikan kepada seluruh umat manusia yang lain, menyebarkan kebaikan bagi semesta alam. Hal ini berdasarkan acuan bahwa Rasul sendiri ditugaskan untuk menyebarkan Tauhidullah dan rahmat bagi semesta alam (21:107), dan kita sebagai org yg mengaku beriman kepada Allah dan meneruskan risalah Islam, mempunyai tanggungjawab memelihara risalah itu dgn turut menyebarkan kebaikan. ‘Sebaik-baik manusia adalah yang bisa mendatangkan kebaikan bagi orang yang lain’ (Hadits) Seorang muslim adalah produsen dan distributor kebaikan. Jangan hanya menjadi konsumen kebaikan, apalagi menjadi produsen dan distributor keburukan. Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Allah memerintahkan Nabi untuk menyerukan manusia agar menjadi orang rabbani yaitu orang yang mengajarkan Al Kitab dan mempelajarinya (QS 3:79).
Bila kita senantiasa mewujudkan peran kita sebagai produsen dan distributor kebaikan, dan kebaikan kita menyebar kepada seluruh umat, umatpun dibangkitkan utk senantiasa berbuat kebaikan. Utk menjadi produsen dan distributor kebaikan ini kita hrs kembali kepada Islam, dimana segala tindak tanduk dan dasar perbuatan kita senantiasa berlandaskan dan sesuai syariat yang telah diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Bila umat ini telah bangkit kembali dan bersama-sama melaksanakan risalah-Nya, maka janji Allah bahwa kita adalah umat terbaik (Khaira Ummah) – QS 3 : 110, Insya Allah akan terwujud.
* * * * * * * * *
Sesi Pertanyaan:
1. Penanya: Asep Setiawan (London)
Islam adalah nikmat Allah tetapi mengapa ada muslim yang masih ragu-ragu bahwa syariat Islam akan membawa kebaikan kepada manusia seluruhnya?
Jawab:
Pertanyaan ini mencerminkan kondisi sebagian ummat Islam saat ini. Kemunduran ummat ini adalah karena mereka masih menjadi orang-orang yg ragu akan kebenaran agamanya sendiri.
Itulah sebabnya ketika Allah Swt menemukan bahwa Rasulullah Saw dihadapkan pada kenyataan bahwa seorang Arab Badui yang mengaku telah ber-Islam dan beriman, tapi pada kenyataan tidak mempunyai ilmu tentang Islam, dan Rasulullah tidak bisa memberikan pembenaran tentang ‘claim’ dari orang Badui tersebut, maka Allah memberikan jawabannya sesuai dengan kondisi yg ada pada orang Badui tersebut di dalam surat Al Hujurat : 14. Di dalam surat ini Allah menukilkan tentang peristiwa orang Badui yg mengatakan bhw ‘Kami telah beriman’ dan Rasulullah terdiam, maka Allah memerintahkan kpd Rasulullah untuk mengatakan kepada mereka (org Badui) bahwa ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk’ (baru menerima Islam), karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.’ Dan pada ayat selanjutnya (15), Allah menjelaskan siapa yg baru bisa dikatakan beriman itu adalah orang-orang yg tidak ragu lagi beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Orang-orang yg masih ragu tentang Islam itu karena adanya sifat ‘al-jahlu’ (kebodohan) dalam diri mereka. Mereka mengaku ber-Islam, tapi pada kenyataannya mereka memiliki ilmu yg sedikit tentang Islam. Bahkan pada ilmu2 yg berkaitan dengan Islam, mereka dapatkan ilmu tersebut dari orang-orang yg ingin merusak Islam. Banyak orang yg telah merasa beriman kepada Allah dan merasa layak untuk mengeluarkan pernyataan tentang Islam, tapi padahal apa yang diungkapkan oleh mereka itu menyimpang dan menciptakan keraguan di kalangan umat.
Sifat yg lain yg berkaitan dgn penyebab keraguan pada diri ummat Islam adalah adanya dorongan2 ‘syahwat’ (keinginan-keinginan diri/nafsu yang dapat mengarahkan kepada kecenderungan2 keburukan (ke-fujur-an) dan mengalahkan kecenderungan2 kebaikan). Cth: Ketika azan shubuh banyak muslim yg meneruskan syahwatnya untuk terus tidur. Selain itu lingkungan juga sangat mempengaruhi terbentuknya karakter kebaikan seseorang.
Oleh karena itu solusinya adalah kita harus terus mempelajari Islam secara utuh dan benar (tanpa putus) dan terus melakukan tazkiyatun-nafs, dengan cara antara lain senantiasa berkumpul dengan orang-orang baik seperti hadir dalam majlis-majlis ilmu (pengajian-pengajian).
2. Penanya: Supriyono (London)
Nikmat Islam ternyata mulai dirusak dengan ide2 pluralisme, bahkan itu berasal dari golongan yang mengaku dirinya Islam, bahkan kyai dengan pernyataan menentang fatwa MUI. Bagaimana sebenarnya kita harus merespon pernyataan2 tersebut? Bagaimana kita juga harus bersikap terhadap fatwa MUI?
Jawab:
Allah Swt telah mengemukakan sbh hukum/sikap/kaidah kepada kita bahwa orang-orang yg kafir dan org2 yg mengingkari ni’mat Allah (termasuk ni’mat Islam), baik orang-orang yg mengaku dirinya sebagai muslim ataupun orang2 yg keluar dari Islam, mereka tidak akan berdiam diri dan akan terus berupaya merusak agama Allah, dan memadamkan cahaya agama Allah dengan berbagai cara (lisan, tulisan, dsb). Sepanjang sejarah Islam, sejak zaman Rasulullah Saw selalu muncul orang-orang yg karena kebodohannya kepada Islam dan kedengkiannya kepada Islam justru menjadi ‘anashir’ (unsur) perusak Islam. Pikiran/pandangan/pemahaman yg mereka lontarkan bukanlah sesuatu yg orisinil dari pandangan2 mereka, tapi pandangan2 tsb ternyata pengulangan pandangan2 lama yg pernah dimunculkan sejak nabi2 sebelum nabi Muhammad Saw. Allah menceritakan kisah Nabi Isa, yang menemukan sebagian orang yg merusak agamanya. Allah mengatakan mereka itu adalah orang-orang yg rugi, dan mereka (org2 Nasrani yg merusak agama mereka) mengikuti ucapan-ucapan orang kafir sebelum mereka (yaitu mantan pengikut Nabi Musa yg kufur terhadap ajaran yg dibawa oleh Nabi Musa A.S).
Pemikiran2 Islam yg muncul saat ini dan bertentangan dengan ajaran Islam (cth: liberalism), bukanlah pemikiran2 yg original, dan sebenarnya hanya mengulangi, mengadopsi pemikiran2 orang2 kafir sebelum mereka.
Yg harus kita lakukan adalah:
a) Kita menyadari bahwa phenomena ini merupakan sebuah sunnah Allah dalam kehidupan beragama dan akan terus ada, sehingga kita tidak perlu terus gelisah dan putus asa.
b) Cara kita menyikapi dengan belajar bagaimana Islam, melalui Rasulullah menyikapinya. Pertama, ajak mereka berargumentasi dengan cara yg baik. Barangkali kalau kita berargumentasi dengan baik maka mereka akan kembali kepada kebenaran. Tapi jikalau sesudah berargumentasi mereka menolak apa yg kita sampaikan, maka tdk ada tugas (kewajiban) bagi kita kecuali hanya sekedar menyampaikan. Kita tidak perlu berbuat anarkis, membunuh mereka atau menyiksa mereka, karena itu hanya akan mengundang simpati buat mereka. Itulah sebabnya Rasulullah tidak pernah menghukum orang-orang munafiq atau orang2 yg kafir, karena sesuai anjuran Rasulullah, kalau kita menghukum orang2 semacam ini maka orang-orang munafiq akan mengatakan: ‘Hai lihatlah, ternyata Muhammad berlaku keras terhadap golongannya sendiri.’ Oleh karena itu sesuai sabda Rasulullah, jika kamu menemukan kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu (kekuasaan melalui kebijakan2), tapi bukan dengan cara anarkis.
3. Penanya: Indriane (Huddersfield)
Mohon tip2nya Ustadz, bagaimana mengembangkan diri dari sholih menjadi mushlih, juga dalam mengajak orang-orang di sekitar dari sholih menjadi mushlih?
Jawab:
Banyak cara yg bisa ditempuh untuk mengembangkan diri kita dari shalih menjadi mushlih, dan disesuaikan dengan kondisi. Namun di antara cara-cara tersebut, yang paling efektif adalah ketika kita juga mengajak orang lain untuk berbuat kebajikan. Ketika kita menyampaikan satu ayat yg kita pahami kepada orang lain, percayalah bahwa hal itu juga menambah keyakinan dan pemahaman (juga produktivitas da’wah) tentang ayat yang sdg kita sampaikan kepada orang lain tsb. Bahkan keragu-raguan itu seringkali datang ketika kita memahami satu ayat dan kita hanya menyimpan ayat tsb untuk diri kita. Jika setan datang dan membisikkan keragu-raguan kepada kita, kita menjadi mudah terpengaruh. Seorang salesman yg sering memasarkan produknya kepada konsumennya akan menambah keyakinannya thd produk yg dipasarkannya. Selain itu ada sebuah contoh pengalaman pribadi, yaitu ketika kondisi keimanan kita sedang rendah atau kualitas ruhaniyah kita sdg turun, maka justru kita mendatangi majlis ilmu, atau kita semakin menyebarkan da’wah, karena hal ini dapat memompa semangat ruhani kita lagi untuk senantiasa menjaga keimanan. Janganlah kamu mengajak orang kepada kebaikan sementara kamu meninggalkan kebaikan tersebut padahal kamu mengentahuinya. Seorang guru yg cerdas adalah pada saat dia mengajar, dia juga sdg belajar.
Selain itu kita juga harus memahami, bahwa distribusi kebaikan itu bukan hanya melalui pengajaran2 secara lisan. Apapun bentuk kebaikan itu, kalau bisa membawa manfaat (kebaikan) bagi orang lain juga bernilai da’wah. Cth: memelihara kebersihan, merapikan rumah, membuang duri di jalan dsb. Simpati adalah kunci penerimaan da’wah.
4. Penanya: Tommy Firmansyah (Bedford)
Mohon penjelasan secara garis besar kebijakan DPP tentang kaderisasi dan dakwah hasil dari Munas yang baru lalu. Kemudian apakah ustad masih membawahi bidang kaderisasi?
Jawab:
Dalam Munas Agustus yg baru lalu, PKS telah mengeluarkan keputusan2 penting bagi agenda-agenda da’wah maupun perbaikan kondisi bangsa 5 thn ke depannya. Di antara visi besar yg ingin dibangun adalah dengan mengokohkan eksistensi dan peran/kekuatan partai da’wah ini yg didukung oleh berbagai kalangan segment kekuatan bangsa untuk terus melayani masyarakat, membantu mereka untuk bisa keluar dari jerat-jerat krisis ekonomi, budaya, hukum, politik, sosial dsb. Juga arahan kebijakan untuk 5 tahun ke depannya bisa mendapatkan kursi kepemimpinan bangsa shg kita bisa melahirkan kebijakan2 yg berlandaskan pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Ini merupakan tantangan besar, termasuk memperluas jaringan da’wah di berbagai tempat dan kesempatan. Yang terpenting juga adalah memperkuat asset manusia, termasuk memperkuat sisi moral bangsa. Cth: banyak orang yg pintar tapi ternyata terjerumus kepada korupsi karena kurang kuat pondasi mentalnya. PKS harus bisa melahirkan kader-kader unggul yang bisa menjadi perubah ke arah yg lebih baik.
5. Penanya: Subchan (Swindon)
Bagaimana menjaga agar iman kita tetap stabil, dan kalau mungkin
naik?
Jawab:
- Jawaban mirip dengan yg disampaikan untuk pertanyaan nomor 3.
6. Penanya: Dimas Rahim (Glasgow)
Bagaimana memproduksi kebaikan (spt yg ustad sampaikan tadi) di tengah fitnah stempel 'terorisme, fundamentalisme, dsb' yang ditujukan kepada Islam akhir-akhir ini?
Jawab:
Dalam sejarah da’wah Rasulullah saw, Rasulullah juga mengalami stigma-stigma yg sama, bukan hanya dicap terrorism, tapi juga di cap sebagai a.l. penyihir, orang bakhil, org gila, org yg memisahkan orangtua dan anak, suami dan istri dsb. Cobaan2 yg dialami oleh Rasulullah lebih dahsyat, ketimbang ancaman yg dialami oleh kita karena dicap sebagai teroris. Oleh karena itu labelisasi ini jgn membuat kita berkecil hati, krn ini merupakan bagian dari sunnah da’wah. Justru kita harus mengevaluasi jika ternyata dalam ber-Islam kita tdk menghadapai tantangan, ancaman, tuduhan, fitnah dsb., jangan-jangan justru Islam kita adalah Islam yg disenangi oleh org2 kafir atau oleh musuh-musuh Islam. Oleh sebab itu, bila kita dalam ber-Islam ternyata mendapatkan tantangan, fitnah dan hambatan dari musuh-musuh Islam, bisa jadi justru kita sebenarnya sdg menjalankan Islam yg benar. Yang harus kita lakukan adalah pertama bersabar. Allah meneguhkan hati org-org mu’min utk bersabar atas berbagai fitnah melalui QS 3: 146. Kedua, tunjukanlah dan sebarkanlah kebaikan kepada orang lain, termasuk org-org yg benci kepada kita, misalnya kita membagikan Al Qur’an kepada org yg belum memahami Islam.
7. Penanya: Supriyono (London)
Utk menjadi lebih bermanfaat kpd orang lain, saya kira menjadi anggota DPR atau terlibat di pemerintahan punya kesempatan yang lebih besar, karena secara langsung harus memikirkan kesejahteraan rakyat. Tapi menurut saya ternyata mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan. Sebagai anggota DPR bagaimana menanggapi pernyataan saya tersebut, terutama ttg kondisi naiknya harga BBM yg menelantarkan rakyat?
Jawab:
Pertama, secara individu (personal) berlaku kaidah ‘innamal a’malu bin niyat,’ segala amal bergantung kepada niat. Oleh karena itu sebagai anggota DPR maupun eksekutif (birokrasi) juga ditentukan apa niat awal org tersebut. Apa tindakan performasi dan orientasi orang tsb sangat ditentukan oleh niatnya. Yang kedua, DPR maupun lembaga eksekutif sesungguhnya merupakan sarana-sarana perjuangan bagi kepentingan masyarakat dan bukan kepentingan individu atau kelompok. Oleh karena menjadi sarana perjuangan masyarakat, sehingga tidak pernah akan bisa berhasil bila hanya dilakukan sendirian. Orang yg awalnya punya idealisme, kalau dia berada sendirian di DPR, sangat mungkin tidak akan mampu merubah atau mempertahankan idealismenya. Oleh karena itu individu-individu dari PKS (sebagai kekuatan da’wah) yg kebetulan duduk di legislative dan exekutif bukan hanya mendasari niatnya secara individu sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, tapi juga secara kolektif (sbg sbh organisasi/jama’ah) mempunyai bangunan konsepsi/cara/pedoman kokoh yang terkontrol. Cth: ketika sebagian petani mengalami penderitaan krn gagal panen, serangan hama wereng, busung lapar, serangan demam berdarah dsb, maka anggota dewan dari pks secara kolektif menolak kenaikan gaji. Ini merupakan komitmen dari PKS, karena kita berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat), bukan fastabiqul syai’an (berlomba-lomba dalam keburukan). Kalau orang lain mungkin saja berbeda, karena pada dasarnya ada manusia baik, ada manusia jahat; ada nabi ada setan. Dan setan juga menjadi tipologi manusia.
Mengenai kasus BBM kita juga harus menilainya secara obyektif, krn ada hal-hal yg tidak bisa kita control, misalnya melambungnya harga minyak dunia, dan kondisi keuangan bangsa yg tdk mungkin bisa menutupinya. Pada kenyataannya Indonesia memang menjadi korban permainan bangsa-bangsa besar. Maka dicarikan jalan tengahnya, di tengah kekuatan global. Oleh krn itu ke depannya kita memerlukan pemimpin-pemimpin yg punya originalitas pemikiran/visi perbaikan bangsa dan kekuatan untuk bisa keluar dari jerat-jerat ‘penjajahan’ peradaban materialism global.
No comments:
Post a Comment