Allah SWT telah mensifati orang-orang yang sabar dengan banyak sifat, dan menyebutkannya di dalam Al-Qur’an dalam 79 ayat. Allah SWT menghargai kesabaran dengan derajat dan kebaikan yang banyak dan menjadikannya sebagai buah dari kesabaran
Muqaddimah
Allah SWT telah mensifati orang-orang yang sabar dengan banyak
sifat, dan menyebutkannya di dalam Al-Qur’an dalam 79 ayat. Allah SWT
menghargai kesabaran dengan derajat dan kebaikan yang banyak dan menjadikannya
sebagai buah dari kesabaran. Seluruh amalan taqarrub kepada Allah SWT akan
dibalas dan dihitung sesuai dengan amalnya kecuali sabar, sebagaimana Alloh SWT
berfirman dalam surat As-sajadah : 24, An-nahl : 96, Al-Qashash : 54, Az-zumar :
10. Selain itu Allah SWT telah menjanjikan kebersamaan dan kesertaanNYA (Ma’iyyah)
kepada orang-orang yang sabar dan menggabungkan segala kebaikan yang tidakla
pernah Allah swt berikan kecuali kepada orang-orang yang sabar.
Hakekat sabar
Ketahuilah bahwasanya kesabaran itu adalah gambaran dari
konsistensi (tsabat) terhadap tuntutan agama (al-islam) dalam menghadapi
tuntutan hawa nafsu, yang dimaksud dengan tuntutan agama adalah petunjuk Allah
SWT kepada manusia berupa pengetahuannya kepada Allah SWT dan RasulNYA (Ma’rifatullah
dan ma’rifaturrasul) dan pengetahuannya tentang berbagai kemaslahatan yang
terkait erat dengan sangsi dan balasan, sifat inilah yang membedakan antara
manusia dengan binatang dalam mengekang nafsu syahwat. Adapaun yang dimaksud
dengan tuntutan hawa nafsu adalah tuntutan syahwat dengan segala keinginannya.
Maka barang siapa yang tabah dan konsisten (tsabat) dan mampu mengalahkan segala
keinginan hawa nafsu dan terus - menerus menentangnya maka ia layak tergolong
menjadi orang-orang yang sabar, akan tetapi apabila seseorang mengalah dan tidak
berdaya sehingga dirinya dikalahkan oleh hawa nafsunya dan tidak bersabar untuk
mengekangnya maka ia layak tergolong menjadi pengikut-pengikut syaitan.
Di antara dua tuntutan
Dari uraiana di atas dapatlah disimpulkan bahwa kesabaran
seseorang senantiasa teruji diantara dua tuntutan dalam hidupnya, yaitu tuntutan
Al-Islam dan tuntutan hawa nafsunya, sikap manusia dilihat dari konteks
persoalan ini terbagi menjadi tiga golongan :
Pertama :yang dapat mematahkan keinginan hawa nafsunya
sehingga tidak adalagi keukuatan yang dapat meenetangnya, dan senantiasa
bersikap sabar, inilah kesabaran yang membawa kemenangan dan keberuntungan,
sebagaimana adagium mengatakan “Man shabara dzhafara”. Adapan yang dapat
sampai kepada golongan ini sangtlah sedikit, maka tidaka dapat disangkal lagi
golongan pertama ini disebut dengan “Asshiddiqunal muqarrabuun”, yang
mengatakan bahwa Rabb kami Allah SWT kemudian mereka bersikap istiqomah.
Kedua : yang kalah dengan tuntutan hawa nafsunya dan tidak
mengindahklan tuntutan agamanya, sehingga dirinya takluk menjadi
prajurit-prajurit syaitan (Jundussyaitan) dan tidak ada kecenderungan dalam
dirinya untuk berjihad, mereka ini adalah orang-orang yang lalai (ghafilun),
golongan kedua ini merupakan mayoritas yang telah dikuasai oleh hawa nafsu
lantaran mereka menjual kehidupan akhirat dengan dunianya.
Ketiga : yang berada diantara kedua golongan tersebut di
atas, bagaikan sebuah peperangan adakalnya menang melawana musuhnya adakalanya
pula kalah, demikianpula golongan ketiga ini dalam menghadapi hawanafsunya, oleh
karena itu mereka baru disebut sebagai orang-orang yang berjihad (Mujahidun)
belum dapat dikatakan sebagai orang-orang yang menang (Dzhafirun), karena mereka
masih mencampuradukana antara amalan yang baik dan yang buruk.
Aapun mereka yang meninggalkan jihad dan menuruti nafsu syahwat
tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih sesat darinya, karena binatang memang
tidak diberikan oleh allahSWT akal dan pengetahuan untuk berjihad dan melawan
hawanafsunya, oleh karena itu bila seseorang senantisa bertaqwa dan kuat
keyakinannya dengan segala ganjaran dan balasan dari Allah SWT maka akan
mudahlah baginya untuk bersabar.
Kebutuhan akan sabar
Ketahuilah bahwasanya apa yang dihadapi oleh seseorang dalam
hidupnya tidak lepas dari dua perkara, yaitu hal-hal yang sesuai dengan
keinginan hawa nafsunya dan hal-hal yang bertentangan dengannya bahkan tidak
menyukainya, oleh karena itu seseorang senantiasa butuh akan kesabaran, dalam
setiap keadaan siapapun tidak akan lepas dari dua perkara ini, itu artinya bahwa
siapapun tidak bisa lepas dari skap sabar.
Adapun hal-hal yang sesuai dengan keinginan hawa nafsu di
antaranya ialah ; kesehatan. Keselamatan, harta, kedudukan, keluarga, keluasan
rizki, banyaknya pengikut dan pendukung dan seluruh kenikmatan dunaiawi, oleh
karena itu melihat semua keinginan hawa nafsu tersebut di atasa alangkah
butuhnya seseorang akan sikap sabar, karena jika seseorang tidak dapat
mengendalikan diriny untuk tidak hanyut dan tunduk kepada hawa nafsunya atau
tidak terbuai dengan kenikmatan duniawai yang mubah sekalipun, maka seseorang
bisa saja terjerumus dalam sikap sombong dan menentang, karena itulah Allah SWT
memperingatkan hambaNYA terhadap fitnah harta benda, isteri, suami dan anak-anak.
Sebagaimana firmanNYA dalam surat Al-munafiqun : 9 dan surat At-taghabun : 14.
Bersabar dalam keadaan susah biasanya mudah, karena tidak ada
kemampuan dan kesempatan untuk melakukan kemaksiatan dan karena di sisi lain
dipaksa oleh keadaan. Akan tetapi bersabar dalam keadaan senang inilah yang
palingg susah, karena disinilah terasa hakekat sabar, di mana hakekat sabar di
kala senang diantaranya tidak tunduk kepada kesenangan dan hanyut dalam
kegembiraan, memenuhi hak-hak Allah SWT dengan berinfak, mengerahkan fisik dan
tenaganya untuk membantu orang lain, berkata yang benar dll.
Sedangkan hal-hal yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan tabiat,
terbagi menjadi dua bagian, pertama yang terikat dengan pilihan seperti taat dan
maksiat, atau yang tidak terikat seperti bencana dan musibah, ataui tidak
terikat dengan pilihan, akan tetapi masih bisa memilih untuk menghilangkannya
seperti menyembuhkan rasa sakit hati untuk tidak melampiaskan dendam.
Yang terikat dengan pilihan terbagi lagi menjadi dua macam, yang
pertama adalah taat, dalam hal ini seseorang jelas membutuhkan kesabaran, karena
hal ini muncul dari diri sendiri seperti rasa malas untuk shalat, rasa kikir
untuk berzakat, atau rasa malas dan kikir untuk pergi haji dan berjihad,
sedangkan yang kedua adalah maksiat. Allah SWT telah mengumpulkan segala macam
bentuk nya di dalam firmanNYA surat An-nahl : 9, bahkan dalam menghadapu segala
macam bentuk kemaksiatan diperlukan lebih banyak kesabaran, karena setiap diri
akan merasa berat, seperbersabat untuk tidak ghibah, dusta, debat, memuji diri
sendiri, senda gurau yang menyakitkan dan ungkapan-ungkapan serta
lontaran-lontaran yang bernada meremehkan dan menghinakan, hal seperti ini
biasanya telah menjadi kebiasaan dalam percakapan dan obrolan sehari-hari, dan
hatipun luput dari menganggap jelek hal ini karena hanyut dalam keasyikan.
Adapun yang tidak terikat dengan pilihan tapi masih terikat
dalam meenyikapinya atau menolaknya, seperti bila seseorang disakiti dengan satu
perbuatan arau perkartaanatau dianiaya dirinya atau hartanya, maka kesabaran
dalam hal ini adalah dengan tidak membalassnya, meskipun terkadangt dalam
kasus-kasustertentu menjadi wajib dan lebih utama membalasnya, sebagaiamana
firman AllahSWT dalam surat Al-muzammil ; 10, Ali Imron : 186, oleh karenanya
Allah SWT menghargai dan memuji orang-orang yang bersabar untuk tidak membalas,
sebagaimana firman Allah SWT dalam sut an-nahl ;126, bahkan rasulullah saw
menganjurkan lebih dari itu dalam sandanya : “Sambunglah orang yang memutuskan
talai silaturahnimu, berilah orang yang mengharamkan pemberianny untukmu, dan
maafkanlah orang yang menzhalimimu”.
Sedangkan yang tidak terikat dengan pilihan secara mutlak
seperti bencana dan musibah, misalnya meninggalnya ornag-orang yang dikasihi dan
disayanginya, kehancuran dan kehilangan harta benda, tercabutnya nikmat sehat
lantaran datangnya sakit, buta mata cacat tubuh dll, maka kesabaran dalam h ini
merupakan puncak dan setinggi-tingginya derajat kesabaan, karena sesungguhnya
seseorang dapat dikatakan bersabar dalam menghadapi segala musibah dan bencana
bila ia tidak menunujukan rasa putus asa dengan merk bajunya, melukai tubuhnya,
menampar keduabelah pipinya atau melampaui batas dalam meratapinya,
terus-menerus menunjukan kesedihan dan pederitaan dengan merubah keadaannya,
baik dalam hal pakaian, kendaraan atau makanan. Akan tetatpi orang-orang yang
sabar seyogyanya menghindari sikap-sikap seperti itu dengan menampakan sikap
ridho kepada Allah SWT atas segala keputusannya dan meyakin bahwasanya semuanya
adalah titipan yang harus dikembalikan, sebagaiman kisah ummu Sulaim Rahimhallah
ktika anak laki-lak meninggal dunia sedangkan suaminya Abu Thalhah tengah berada
di medan jihad, lalu ketika suaminya pulang, iapun menyambutnya dengan peunh
mesra sekan tidterjadai apa-apa, bahkan segera disiapkan untuknya hidangan,
akhirnya Abu Thalahah menanyakan juga perihal anaknya, “Kaifasshabiyyu”?,
Ummu Sulaim dengan tangkas menjawab : “Alhamdulillah bang, kelihatannya anak
kita sudah lebih tenang dari sebelumnya”, kemudian setelah itu Ummi Sulaim
melayaninya dengan pelayanan yang lebih k dari sebelumnya, setetah selelsai
terpenuhi hajat biologisnya, baru Ummu Sulaim berkata : Bang, heran ngga dengan
tetangga kita”, “memangnya kenapa”? sergah suaminya, “iya, itulho mereka
kan dipinjamkan sesuatu, e...ketika mau diambil lagi pinjamannya mereka merasa
kebaratan” ucap ummu Sulaim memberikan penjelasan, “”alangkah buruknya
sikap mereka” komentar suaminya memberikan penialian, lalu dengan tenangnya
ummu Sulaim berkata : “begitulah pula yang terjadi dengan anakmu, yang
merupakan pinjaman dallah SWT dan Ia telah mengambilnya”. Abu Thalahah pun
memahaminya dan menerimanya dengan ikhalas dan ridho. Kemudian besoknya Ia
bertemu denganosululloh SAW dan menceritakan ha itu, lalu Rosululloh SAW
bersabda seraya mendoakannya : “Allahumma baarik lahuma fii lailatihima”,
setelah itu ummu sulaim hamil kembal dan melahirkan anak yang diberinama
abdullah, menurut riwayat Abdullah punya tujuh orang anak yang sekluruhnya
menjadi hafizhulqur’an. Itulah buah dari kesabartan.
Akan tetapi bukan berarti tidak sabar atau tidak ridho nila hati
merasa sedih atau air mata berlinang karena halk itu manusiawi, sebagaimana
trosululloh SAW ketika Ibrahim putranya meninggal dunia,beliaupun menitikan
airmata, ketika ditanya tentang hal itu beliau berucap : “Haasdzihi rohmatun
wa innamaa yarhamullohu mun ‘ibaadihirruhama”, Inilah persaan kasih sayang,
Allah SWT menyayangi hamba-hambanya yang memiliki rasa kasih sayang”.
No comments:
Post a Comment