Tuesday 6 May 2008

Materi Kaderisasi Isti'jal (Tergesa-gesa)

Isti’jal merupakan salah satu penyakit yang banyak
diderita oleh para da’i, sehingga seringkali hal ini meskipun diiringi dengan
niat yang ikhlas dan semangat yang tinggi membuat potensi dakwah dan harakah
terhambat, bahkan tidak jarang mundur ke belakang. Bahkan yang lebih parah lagi
lahirnya sikap antipati dan ‘rasa ngeri’ yang dialamatkan kepada dunia dakwah
dan harakah secara keseluruhan. Untuk itu perlu sekali masalah ini dipahami
baik-baik, penyebab dan cara penanggulangannya.

Sebetulnya Islam memandang sifat tergesa-gesa adalah bagian dari watak dasar
manusia, seperti yang telah Allah nyatakan :

Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa” (QS. 17:11). “Manusia telah
dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa
” (QS. 21:37)

Oleh karena itu Islam tidak “saklek” memandang isti’jal sebagai suatu hal yang
dibuang jauh-jauh. Sebab ada kalanya sifat ini dibolehkan manakala persiapannya
telah matang dan telah menguasai medan serta mempertimbangkan masak-masak
akibat-akibat yang akan terjadi, sebagaimana kisah nabi Musa as.

Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa. Berkata Musa :
Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu ya Rabb-ku supaya
Engkau ridha (padaku)
” (QS. 20: 83-84)

Sebaliknya, jika hanya bermodalkan semangat dan dorongan jiwa yang belum
memungkinkan , maka di sinilah isti’jal merupakan sebuah ‘penyakit’.

Sebab-Sebab Isti’jal

1. Dorongan jiwa.

Sebagaimana yang telah diutarakan, bahwa isti’jal adalah bagian dari watak dasar
manusia, maka jika seorang da’i tidak bisa mengendalikan dirinya dan berfikir
realistis, kemungkinan besar dia akan terperangkap dalam isti’jal.

2. Semangat dan gejolak Keimanan.

Seseorang yang imannya telah menancap kuat dalam dirinya maka dia akan
melahirkan kekuatan yang amat besar. Jika tidak diarahkan dengan tepat maka dia
akan meledak tanpa menghiraukan dampak yang akan terjadi. Dalam kerangka inilah
dakwah Rasul pada marhalah (fase) Makkiyah lebih dikonsentrasikan pada kesabaran
dan ketabahan.

“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan
cara yang baik
’(QS. 73:10)

3. Era Globalisasi.

Zaman dimana kita hidup kini adalah zaman dimana segala sesuatu bergerak dengan
cepat. Seseorang yang pagi harinya berada di Jakarta beberapa saat kemudian
sudah bisa berada di Cairo, berita yang terjadi di belahan dunia bisa kita
saksikan pada saat yang bersamaan. Gejala seperti inilah yang menjalar ke arah
dunia harakah dimana segala sesuatu harus dirampungkan secepatnya.

4. Keberhasilan yang dicapai oleh musuh dan kurangnya pemahaman tentang
metode-metode yang mereka gunakan.

Tak dapat disangkal lagi bahwa dunia sekarang ini lebih banyak dikendalikan oleh
orang-orang kafir, sehingga banyak sekali program-program mereka yang
terlaksana. Berdirinya negara Israel adalah salah satu (dari sekian banyak)
bukti keberhasilan mereka seiring dengan keruntuhan khilafah Usmaniyah. Padahal
sebelum itu negara Israel tak lebih dari angan-angan semata, tetapi setelah
merampas sebagian dari bumi Islam-Palestina- mereka sudah dapat mewujudkan
keinginannya, bahkan sesudah mulai menjalar ke Lebanon dan bukan tidak mungkin
seluruh negeri Arab lainnya, sesuai dengan impian mereka (orang-orang
Yahudi):Israel Raya dari sungai Nil sampai sungai Eufrat. Belum lagi penderitaan
dan penindasan yang banyak dialami oleh umat Islam di banyak belahan dunia ,
kerugian moral ataupun fisik dan hukum-hukum Allah yang dimulai disingkirkan
sedikit demi sedikit, adalah bagian yang tak terpisahkan dari makar yang terus
menerus mereka lakukan di samping tentu saja kondisi kaum muslim yang semakin
jauh dari Dinnnya

Sangat disayangkan kalau kondisi di atas ditanggapi oleh sebagian kaum muslim
sebagai kejadian yang terjadi begitu saja, tanpa mau memahami bahwa untuk semua
itu mereka melalui jalan yang panjang dan berliku-liku dengan strategi dan
tahap-tahap tertentu dan disertai pengorbanan yang tidak sedikit. Dari sinilah
banyak yang ‘nggak sabaran’ ingin mewujudkan keinginan mereka secepatnya sebagai
mana orang-orang kafir telah mewujudkan keinginan mereka.

5. Meluasnya kemungkaran , tetapi tak paham, cara penanggulangannya yang paling
tepat.

Di zaman sekarang ini kemungkaran memang sangat merajalela apalagi sarana dan
suasana untuk itu sangat tersedia (atau justru disediakan?). bagi orang-orang
tertentu yang ingin hidup jauh dari dosa dan penuh dengan nilai –nilai keimanan,
suasana seperti itu sudah barang tentu sangat menyiksa. Sikap seperti itu tentu
akan melahirkan keinginan yang besar untuk menghapus kemungkaran, apalagi ketika
diketahuinya banyak ayat-ayat atau hadits nabi yang menunjukkan betapa
pentingnya kemungkaran dihilangkan. Bahwa menghilangkan kemungkaran wajib bagi
setiap muslim adalah hal yang tak perlu diragukan lagi. Akan tetapi yang perlu
diperhatikan adalah bahwa tidak setiap kemungkaran dapat dihilangkan harus tidak
berakibat kepada lahirnya kemungkaran harus tidak berakibat kepada lahirnya
kemungkaran yang lebih besar.

Jika berakibat kepada kemungkaran yang lebih besar maka seorang da’i haru
menahan diri serta menjauh dari nya disertai dengan kebencian dalam hati,
sementara di lain pihak dia harus mencari metode yang paling tepat untuk
menghilangkan sampai terbuka baginya peluang untuk itu.

Cukup bagi kita contoh yang dilakukan Rasulullah SAW. Bagaimana ketika beliau
masih berdakwah dalam marhalah Makkiyah tidak mengusik-ngusik berhala-berhala
yang ada di dalam Ka’bah, karena kalau itu sampai dilakukan bukan tidak mungkin
orang kafir Quraisy akan menggantikan dengan berhala yang lebih besar dan lebih
banyak atau bahkan dakwahnya di Makkah menjadi terhalang sama sekali. Akan
tetapi beliau tidak tinggal diam, pada saat yang bersamaan berusaha mencari dan
mentarbiyah orang-orang yang bisa diajaknya untuk memperjuangkan dakwahnya
bersama-sama.

6. Kerja dengan mengabaikan pengalaman sebelumnya.

Pengalaman adalah guru yang terbaik, orang yang tidak mau belajar dari
pengalaman akan terjebak dua kali di tempat yang sama. Dalam sejarah seringkali
isti’jal yang tidak didahului oleh pembinaan yang mantap hanya memberikan
kesempatan yang lebih besar bagi musuh-musuh Allah untuk segera menumpas lajunya
dakwah dan harakah.

7. Tak kuat menanggung cobaan dan jalan dakwah yang panjang.

Cobaan dan waktu yang terpisahkan dari dakwah itu sendiri, seseorang yang tidak
siap menghadapi hal ini akan sulit bertahan dan akhirnya akan mengambil jalan
pintas. Padahal di zaman Rasul sahabat Kahabbab bi Arit pernah mengadu dan mohon
agar dia berdoa kepada Allah SWT agar cepat-cepat menurunkan bantuannya setelah
beratnya derita dan siksaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir kepadanya dan
sahabat-sahabatnya. Tetapi untuk pengaduannya itu Rasul masih menganggapnya
‘tergesa-gesa’ sambil membandingkannya dengan umat terdahulu yang tabah dan
tsabat (eksis) di atas jalan Allah meskipun ada yang harus menggali kuburan
untuk dirinya sendiri, di gergaji kepalanya dan tubuhnya dibelah dua atau ada
juga yang disisir dengan sisir besi hingga terkelupas dagingnya sampai ke
tulang-tulangnya.

8. Melupakan ghayah (tujuan) seorang muslim.

Banyak da'i yang keliru menjadikan natijah (hasil) sebagai ghayah dari setiap
usahanya dalam dakwah , sehingga tatkala natijah tak kunjung datang, hatinya
menjadi tak tenteram dan akhirnya mengarah pada sikap isti’jal. Padahal ghayah
seorang muslim adalah mardhotillah dan itu akan terwujud manakala seorang da'i
selalu I’tizam dalam manhaj-Nya serta tsabat hingga akhir hayat, terlepas apakah
dia berhasil atau tidak, karena yang Allah tuntut adalah usaha seseorang bukan
natijahnya.

“Maka siapa yang berharap berjumpa dengan Rabbnya, hendaklah beramal shalih dan
tidak menyekutukannya dalam beribadah kepada Rabb-nya.”(Q.S. 18: 110)

9. Melupakan sunnatullah terhadap orang-orang kafir.

Salah satu sunnatullah terhadap mereka adalah menangguhkan azabnya dan
mengulur-ulur keruntuhannya.

“Dan Aku memberi tangguh kepada mereka, sesungguhnya rencana-Ku amat teguh’(Q.S.
68:45)

10. Keberhasilan yang diraih pada tahap-tahap permulaan.

Adakalanya seseorang terpedaya oleh keberhasilannya sendiri, seperti jumlah
pengikut yang cepat bertambah atau berhasilnya beberapa program yang dia
canangkan, dengan itu dia kira segalanya terbuka lebar untuk mencapai
keberhasilan-keberhasilan berikutnya selekas-lekasnya. Padahal musuh setiap saat
selalu mengintai dan mencari kesempatan yang paling tepat untuk menghancurkan
gerakan dakwah.

11. Berteman dengan seorang yang memiliki sifat isti’jal.

Pengaruh seorang teman sangat besar sekali dalam membentuk pribadi seseorang,
apalagi jika teman tersebut memiliki pribadi yang kuat. Kemungkinan isti’jal
akibat pengaruh teman adalah bukan hal yang mustahil.

Penanggulangan Isti’jal

1. Memperhatikan kembali dengan cermat dampak negatif yang ditimbulkan oleh
sikap isti’jal yang tanpa perhitungan (tanpa harus menuding siapa-siapa)

2. Mengambil ibrah dari proses penciptaan alam ini, dimana Allah SWT dengan
segala kekuasaanya mampu menciptakan segala sesuatu dalam sekejap, tetapi
menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari (Q.S. 7:54)

3. Memperhatikan kembali sirah nabawiyah dan para sahabatnya, bagaimana sabar
dan konsistennya mereka dalam jalan Allah walau menghadapi cobaan yang berat dan
jalan yang amat panjang. Begitu pula sejarahnya pada ulama dan para da'i yang
iltizam. Dengan manhaj Allah dan Rasul-Nya serta sabar di atasnya.

4. Berdakwah atas dasar manhaj yang jelas, memiliki sasaran jangka pendek dan
jangka panjang lengkap dengan marhalah-marhalah yang harus dilalui. Dengan hal
semacam ini potensi yang besar jadi terserap dalam kerja yang efektif dan
efisien tidak diarahkan kepada hal yang malam memperlemah potensi itu sendiri.

5. Memahami strategi dan metode musuh-musuh Allah dalam menjalankan usaha
mereka.

6. Tidak takut dan gentar dengan kondisi musuh-musuh Allah yang telah mapan dan
telah menancapkan kukunya kuat-kuat di dunia Islam, berdasarkan keyakinan bahwa
Allah SWT dapat dengan mudah menghilangkan semua itu.

“Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak
di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat mereka
adalah jahanam; dan jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”. (Q.S. 3:
196-197)

“Sesungguhnya orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian mereka menjadi
sesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka jahannamlah
mereka orang-orang kafir dikumpulkan” (Q.S.8:36)

7. Melatih diri sendiri untuk selalu bersikap hati-hati dalam melakukan tindakan
dan punya pandangan jauh ke depan.

8. Mempelajari baik-baik cara menghilangkan kemungkaran supaya tidak melahirkan
kemungkaran baru yang lebih besar dan tentu saja dapat menghindari sikap
isti’jal memperhatikan kembali ghayah yang harus diraih oleh seorang muslim
supaya tidak terburu-buru ingin melihat hasil yang belum waktunya dan memaksakan
kedatangannya.

Seorang Da'i Antara Futur Dan Isti’jal

Futur (patah semangat) dan isti’jal adalah dua hal yang sepatutnya dihindari
oleh seorang da'i , karena kedua-duanya menunjukkan adanya ketidakseimbangan
dakwah di mana salbiyahnya (negatifnya) lebih besar daripada ijabiyahnya
(positifnya). Apalagi dinul Islam adalah din yang tawazun dalam segala aspeknya
begitupun dalam dakwah dan harakah. Seorang da'i dituntut untuk selalu menjaga
keseimbangan antara futur dan isti’jal, dalam artian dia harus selalu berusaha
meningkatkan dakwahnya (kuantitas ataupun kualitas) atau paling tidak
mempertahankan kondisi yang sudah ada jangan sampai mundur, serta menggunakan
kesempatan dan potensial yang tersedia juga tidak menyia-nyiakan waktu terbuang
percuma, tetapi juga tidak ‘over dosis’ memaksakan natijah yang belum waktunya
tercapai, sabar terhadap segala cobaan dan optimis terhadap masa depan Islam.

No comments: